Senin, 27 April 2015


10 Fenomena Unik Pesona Keindahan Alam Indonesia


 Indonesia di mancanegara terkenal akan keunikan, keragaman, dan keindahan alamnya. Contohnya seperti pantai Kuta, pantai Sanur, desa Ubud, dan Tanah Lot di Bali. Keunikan dan keindahan alam Indonesia tidak hanya dapat dijumpai Bali, tapi ada banyak wilayah lainnya yang mungkin orang Indonesia sendiri belum tahu.

Berikut adalah fenomena unik keindahan alam Indonesia, mulai dari gunung, sungai, hingga laut.

1. Salju Abadi, Jayawijaya, Pegunungan Sudirman, Papua
Salju di Puncak Jaya Wijaya
Salju di Puncak Jaya Wijaya, gambar: rajakamar.com
Jayawijaya atau yang dikenal juga dengan sebutan Puncak Jaya merupakan nama yang diberikan oleh Presiden Soekarno setelah berhasil merebut kedaulatan Papua Barat dari Belanda yang mempunyai makna ‘puncak kemenangan’.
Sebelumnya puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Pasifik (4,884 m) ini bernama Carstensz Pyramid atau Puncak Carstensz sebagai penghormatan terhadap petualang dari Belanda yaitu Jan Carstensz yang pertama kali melihat adanya puncak gunung tertutup salju di daerah tropis, tepatnya di Pulau Papua. Pengamatan tersebut dilakukan dari sebuah kapal laut pada tahun 1623. Karena tidak ada bukti nyata, laporan tersebut dianggap mengada-ada. Akhirnya pada tahun 1899, laporan pengamatan Jan Carstensz diakui kebenarannya setelah sebuah ekspedisi Belanda membuat peta Pulau Papua dan menemukan gunung bersalju tersebut.
Puncak Jaya pertama kali ditaklukan pada tahun 1962 oleh pendaki bernama Heinrich Harrer yang terkenal dengan bukunya “Seven Years in Tibet.” Kini salju abadi di Puncak Jaya tersebut sudah semakin berkurang, tinggal 17 titik dari 20 titik.
2. Danau Tiga Warna, Gunung Kelimutu, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Danau Tiga Warna, Kelimutu
Danau Tiga Warna, Kelimutu, gambar: selasar.com
Kelimutu merupakan gabungan kata ‘keli’ yang berarti gunung, dan ‘mutu’ yang artinya mendidih. Ditemukan pertama kali oleh Van Suchtelen, pegawai pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Danau ini mulai dikenal setelah Romo Bouman menulis artikel tentangnya.
Danau vulkanik ini merupakan tiga kawah terpisah akibat dari letusan Gunung Kelimutu. Danau ini dinilai ajaib dan misterius karena warna airnya berubah-ubah seiring berjalannya waktu.
Di sebelah timur, ada dua danau yang berdampingan, yang masing-masing airnya berwarna hijau dan coklat tua. Air yang berwarna hijau diberi nama ‘tiwu nua mori ko’o fai’ atau arwah muda mudi. Air yang berwana coklat tua diberi nama ‘tiwu ata polo’ atau arwah orang jahat. Tiwu ata polo tercatat sering berubah warna, mulai dari hijau menjadi coklat, hijau tua menjadi hijau toska, dan coklat tua menjadi merah hati ayam. Sedangkan danau di sebelah barat, yang dulu berwarna biru lalu berubah menjadi hijau lumut atau gelap disebut ‘tiwu ata mbupu’ atau arwah orang tua.
Berubahnya warna air di tiga danau Kelimutu ini sering dikaitkan dengan keadaan Indonesia.
3. Gua dengan Lukisan Stensil Tangan Tertua di Dunia, Maros, Sulawesi Selatan.
Gua dengan Lukisan Stensil Tertua di Maros
Gua dengan Lukisan Stensil Tertua di Maros, gambar: penulispro.com
Lukisan-lukisan gua di Maros pertama kali dilaporkan oleh arkeolog Belanda Heeren-Palm di tahun 1950-an. Namun tidak ada yang menyelidikinya karena para arkeolog percaya bahwa itu adalah bagian dari era pra-Neolitik, sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Tahun 2011, tim peneliti dari Australia dan Indonesia mulai bekerja sama melakukan penelitian terhadap lukisan-lukisan gua di Maros dalam kesepakatan jangka panjang antara Pusat Arkeologi Nasional Indonesia dengan Centre for Archeological Science (CAS) di Universitas Wollonggong. Pada bulan Oktober 2014, majalah “Nature” memberitakan hasil penelitian ini, bahwa lukisan stensil tangan yang ditemukan di gua Maros berusia 40.000 tahun.
Penemuan ini merevolusi gagasan tentang sejarah dan asal usul seni yang awalnya diperkirakan lahir di Eropa, 37.300 tahun yang lalu di gua El Castillo di Spanyol. Hal ini menunjukan bahwa tingkat seni di Sulawesi sama tuanya dengan di Eropa. Manusia purba di Sulawesi ternyata melakukan hal yang sama dengan rekannya di Eropa. Hasil penelitian ini dapat merubah pandangan tentang sejarah penyebaran dan peradaban manusia.
4. Air Terjun Dua Warna, Sibolangit, Sumatera Utara.
Air Terjun Dua Warna
Air Terjun Dua Warna, gambar: klikhotel.com
Air terjun ini terbentuk akibat letusan Gunung Sibayak ratusan tahun silam. Dinamai dua warna sesuai dengan warna air yang turun dari atas ke bawah berwarna biru muda, dan putih ke abu-abuan yang terdapat pada air di bawahnya.
Warna air ini dipengaruhi oleh kandungan fosfor dan belerang di dalamnya. Itulah mengapa ada larangan untuk meminum air di tempat ini. Berkunjung kesini tidak disarankan di musim hujan karena perjalanannya yang licin.
5. Bledug Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah.
Bledug Kuwu
Bledug Kuwu, gambar: barnorama.com
Bledug Kuwu merupakan obyek wisata dengan luas sekitar 45 hektar. Kawasan tanah lumpur yang disertai dengan beberapa letupan dengan tinggi bervariasi sekitar 1 hingga 10 meter. Letupan tersebut bukan berasal dari kawah vulkanik karena letupannya tidak terasa panas. Diduga peristiwa ini adalah proses kimiawi dari gas bumi dan air laut karena letupan tersebut mengandung garam padahal lokasinya sendiri jauh dari laut.
Bledug Kuwu diambil dari bahasa Jawa. Kata ‘bledug’ berarti letupan dan kata ‘kuwu’ merupakan nama desa tempat kawah lumpur tersebut berada. Ada beberapa kawah di lokasi ini, yang paling besar diberi nama Kawah Jaka Tuwa yang berada di sisi sebelah timur dan yang paling kecil disebut Kawah Rara Denok yang berada di sisi sebelah barat.
Masyarakat setempat memanfaatkan letupan Bledug Kuwu sebagai sumber pembuatan garam. Garam yang dihasilkan ternyata lebih putih, halus, dan gurih daripada garam dari air laut. Garam tersebut juga konon dipakai sebagai bumbu di Keraton Kasunanan Surakarta, dan dipercaya dapat mencegah penyakit kulit serta menghaluskan kulit jika digunakan sebagai lulur.
6. Api Abadi, Pamekasan, Madura
Api Abadi di Pamekasan
Api Abadi di Pamekasan
Indonesia sebenernya mempunyai dua sumber api abadi yaitu Mrapen di Purwodadi dan di Pamekasan. Api abadi Mrapen lebih terkenal dari Pamekasan karena api perayaan Waisak di Borobudur selalu diambil dari tempat ini, dan juga api Pekan Olahraga Nasional (PON). Karena gejala alam, kini api di Mrapen lama kelamaan menjadi kecil.
Api Tak Kunjung Padam merupakan nama yang diberikan untuk api alam abadi di Pamekasan. Jika api mati karena terguyur hujan lebat, maka orang-orang tinggal menyalakan korek api dan mencongkel tanah di dalam pagar pembatas lalu timbulah api kembali. Tanah di kawasan ini ternyata mengandung belerang yang kemudian bergesekan dengan O2 sehingga menimbulkan nyala api.
Di kawasan ini ternyata ada dua lokasi api abadi, yaitu yang biasa dikunjungi wisatawan disebut ‘Apoy Lake’ (api laki-laki), sedangkan satunya lagi berada di dekat pintu masuk (di tengah sawah) bernama ‘Apoy Bine’ (api wanita).
7. Gumuk “Padang” Pasir Parangkusumo, Yogyakarta
Gumuk, Padang Pasir di Parangkusumo
Gumuk, Padang Pasir di Parangkusumo, gambar: kaskus.co.id
Gumuk dalam bahasa Jawa artinya gundukan atau tumpukan, jadi gumuk pasir mempunyai arti gundukan pasir. Itulah sebutan yang diberikan oleh warga sekitar pada padang pasir di sepanjang muara Opak hingga Pantai Parangtritis ini.
Proses terjadinya padang pasir ini tidak lepas karena adanya Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Kali Opak, Kali Progo, dan Pantai Parangtritis. Abu vulkanik gunung terbawa oleh aliran sungai Opak, sungai Progo, dan sungai-sungai lainnya hingga ke Pantai Parangtritis. Disini material vulkanik tersebut terombang-ambing oleh ombak hingga akhirnya terkikis dan menjadi debu-debu halus yang akhirnya sampai ke tepi pantai dan mudah diterbangkan oleh angin. Proses ini terjadi secara terus menerus hingga terbentuklah gundukan pasir yang semakin melebar dan tinggi di sepanjang Pantai Parangtritis dan Pantai Depok.
Rencananya Gumuk Pasir Parangkusumo akan dimasukan dalam daftar Unesco World Heritage karena fenomena alam yang hanya ada satu-satunya di Asia Tenggara. Suhu di kawasan ini cukup ekstrim, sama seperti di kawasan gurun pasir sebenarnya. Siang hari terasa panas dan terik, sedangkan malam hari terasa sangat dingin.
8. Ombak ‘Bono’ Tujuh Hantu, Sungai Kampar, Riau, Sumatera Barat.
Ombak Bono
Ombak Bono, gambar: triptus.com
Dikenal dengan sebutan ‘bono’, merupakan ombak sungai Kampar yang terjadi akibat adanya pertemuan arus sungai menuju laut dan arus laut yang masuk ke sungai akibat pasang. Bono yang terkenal adalah bono tujuh hantu karena jumlah ombaknya ada tujuh dan karena sangat besar, ombak ini berbahaya bagi sampan hingga dapat menghancurkannya.
Ombak bono di kawasan ini mempunyai tinggi sekitar 6 – 10 meter. Ombak inilah yang menarik bagi para peselancar baik lokal maupun mancanegara.
Ombak bono merupakan fenomena alam yang cukup langka dan jarang terjadi. Ombak ini terjadi pada setiap tanggal 13-18 (tengah bulan) dalam penghitungan kalender Hijriyah. Penduduk setempat menyebutnya sebagai “Bulan Besar” atau “Bulan Purnama.”
9. Pantai Pink, Pantai Tangsi, Lombok Timur
Pantai Pink., Lombok Timur
Pantai Pink., Lombok Timur, gambar: kapanlagi.com
Pantai pink di dunia yang sudah ditemukan kabarnya hanya ada tujuh, dari Indonesia hanya Pulau Komodo yang termasuk di dalamnya. Pantai berwarna pink di Indonesia tidak hanya ada di Pulau Komodo saja, Lombok Timur ternyata memilikinya juga.
Pantai ini terletak di Dusun Temeak, Desa Serewe, Kecamatan Jerowaru, atau 82 km dari kota Mataram. Penduduk setempat menamainya pantai Tangsi karena dulu pantai ini pernah dijadikan markas tentara Jepang pada Perang Dunia II.
Tidak hanya menikmati pemandangan pasir berwarna pink, di kawasan ini pengunjung dapat melihat Gunung Rinjani yang ada di utara pantai.
10. Laut Terbelah atau Gosong Pasir, Morotai, Halmahera.
Gosong Pasir atau Laut Terbelah di Halmahera
Gosong Pasir atau Laut Terbelah di Halmahera, gambar: wisata.kompasiana.com
Sekitar 5 km dari Daruba, ibukota kabupaten Morotai, ada sebuah pulau bernama Pulau Dodola. Pulau Dodola sendiri terdiri dari dua pulau, Dodola Besar dan Dodola Kecil. Pulau ini juga merupakan salah satu tempat favorit Jendral MacArthur semasa Perang Dunia II.
Fenomena gosong pasir terjadi pada saat air laut sedang surut. Gosong pasir ini menghubungkan Dodola Besar dan Dodola Kecil yang membuatnya terlihat seperti laut terbelah.
Tidak hanya gosong pasir, pengunjung juga dapat melihat batu kopi, batu yang menebar bau harum khas kopi.